Kamis, 10 Agustus 2017

MENGULAS KEMBALI SEJARAH TNI, Loth Botahala, S.T., M.Si.

MENGULAS KEMBALI SEJARAH TNI

5 Oktober 1945 – 5 Oktober 2016


“Bersama rakyat TNI kuat, profesional, siap mewujudkan Indonesia yang
berdaulat, mandiri dan berkepribadian” 



Disusun oleh : Loth Botahala, S.T., M.Si.
Dosen pada Program Studi Kimia Untrib Kalabahi 
Wakil Rektor III Untrib Kalabahi (2016-2020)
Mantan Menwa Sat. 707 Wolter Mongisidi (1995-2002) 
Disampaikan pada : Seminar HUT TNI, Kodim 1622/Alor, 4 Oktober 2016 



PENGANTAR


     Pertama-tama, rasa hormat saya kepada isteri-isteri yang bersuami tentara dan juga suami-suami yang beristeri tentara. Kalian adalah orang-orang tegar dan sekaligus orang-orang sukses. Karena tanpa dukungan kalian, negara ini akan kacau.  Selanjutnya saya ingin menyampaikan sedikit pengalaman saya tentang TNI yang saya kenal. Sekitar tahun 1980-an, alm. bapak saya (seorang guru SD) diadukan ke Kodim 1622/Alor (yang saat itu saya belum tahu namanya sudah kodim atau koramil). Komandan saat itu menyambut bapak saya dengan santun dan mengatakan seperti ini “karena seorang guru sehingga saya bisa seperti ini, karena seorang guru sehingga saya berada di sini untuk melayani masyarakat”. Berikut tahun 1998 (waktu itu saya sedang studi S1 di Makassar, dan menjadi anggota Menwa 1995-2002), tiba-tiba kampus kami diserang oleh tentara (karena telah terjadi demonstrasi yang anarkis). Seluruh civitas akademika lari meninggalkan kampus, namun banyak juga yang ditangkap. Saya sendiri saat itu berada di markas komando menwa. 1 jam kemudian saya keluar, kampus sudah sunyi dan saya berpapasan dengan 1 regu tentara yang sedang berpatroli. Anehnya justeru DANRUnya terlebih dahulu menyapa saya, dan suasana ini berlangsung hingga dua minggu dan saya tidak diapa-apakan. 
     Dari kedua kisah ini saya melihat keprofesionalitas tentara dalam menanggapi suatu kasus. Wajar saja kalau untuk menjadi seorang prajurit, harus melalui berbagai tahapan seleksi, mulai dari test akademik, test psikologi, test kesehatan jiwa, test kesehatan jasmani, serta test mental dan ideologi. Bahkan setelah seseorang diterima sebagai prajurit, masih terus tekun dalam berbagai pelatihan untuk membentuk dan menjaga karakter yang berdisiplin. 
Bagaimana kisah perjalanan pembentukan TNI ? secara singkat kita akan membaca tulisan pada halaman-halaman berikutnya.
Disadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun marilah kita merefleksikan diri terhadap kisah yang terjadi sehingga kita tetap bangga dan terus meningkatkan kualitas sistem pertahanan dan kaeamanan NKRI ini seiring perkembangan zaman. 
...................... Dirgahayu TNI .....71........... Jayalah selalu
................................ 
Loth Botahala, S.T., M.Si.










MENGULAS KEMBALI SEJARAH TNI 
5 Oktober 1945 – 5 Oktober 2016 




      Merupakan sebuah sejarah panjang peristiwa lahirnya TNI pada 5 Oktober 1945 yang murni dari rakyat dengan nasionalisme yang kuat. Sehingga tidak mengherankan jika TNI selalu manunggal dengan rakyat hingga saat ini. Ketika Jepang menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus 1945 akibat jatuhnya bom di kota Hirosima dan Nagasaki oleh Amerika dan sekutunya, menjadi momentum bagi bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya yang secara resmi dibacakan pada 17 Agustus 1945. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa Indonesia telah bebas dari kekuasaan Jepang hingga penyerahan kekuasaan secara resmi kepada Amerika dan sekutunya.  Situasi ini menimbulkan suatu gerakan pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang oleh berbagai elemen rakyat Indonesia. Senjata serta seluruh peralatan militer Jepang lainnya diambil alih dan dikuasai oleh berbagai komponen rakyat Indonesia, berlangsung dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.  
     Pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho menjadi awal dibentuknya Tentara Kebangsaan Indonesia oleh PPKI, di mana pada tanggal 22 Agustus 1945 membentuk 3 badan sebagai wadah penyaluran potensi perjuangan rakyat, yakni Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) [yang ditempatkan dalam wadah Badan Penolong Korban Perang (BPKP) dan dibina oleh KNI, dengan tugas utama menjaga keamanan rakyat setempat]. Sehingga tanggal 23 Agustus 1945 Presiden RI (Soekarno) menyerukan kepada rakyat Indonesia sebagai berikut: 
Saya berharap kepada kamu sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia
Situasi mulai menjadi tidak aman ketika Inggris yang mewakili  sekutu datang ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, ternyata dimanfaatkan oleh Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Di lain pihak dengan adanya desakan dari para pejuang untuk membentuk suatu Tentara Nasional Indonesia yang resmi, maka pada tanggal 5 Oktober 1945 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pemerintah no. 6 tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat, yang berbunyi “untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat”. Maklumat ini disusul dengan Pengumuman  Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi: “Ini hari telah dilakukan pembentukan Tentara Kebangsaan di salah satu daerah di  Jakarta dengan maksud untuk menyempurnakan  kekuatan Republik Indonesia”. 
Pemuda-pemuda bekas PETA, HEIHO, KEIGUN, dan pemuda dari Barisan Pelopor telah menyiapkan tenaganya masuk ke dalam TKR, agar setiap waktu dapat membaktikan tenaganya untuk
menentang kembalinya penjajah Belanda. Pemuda-pemuda dan Tentara Kebangsaan itu dengan segera diperlengkapi dengan persenjataan, agar dengan jalan demikian dapat mempertahankan
keamanan umum. 
     Berdasarkan maklumat pemerintah no. 2/SD/1946 tanggal 7 Januari 1946, pemerintah merubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat yang diberlakukan mulai 8 Januari 1946 dengan tujuan untuk memperluas fungsi ketenteraman dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia.  Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 26 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan maklumat No. 4/SD/1946 untuk merubah nama TKR menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) dengan tujuan penyempurnaan organisasi tentara menurut standar militer internasional. Tindakan inilah yang menuai reaksi keras dari kalangan paramiliter/kelompok pejuang yang berafiliasi dengan partai politik menentang otoritas militer TRI.      Perpecahan tidak dapat dihindarkan lagi. Di satu pihak TRI berhadapan dengan agresi yang dilancarkan oleh bangsa penjajah, namun di pihak lain TRI harus berhadapan dengan kelompok-kelompok pejuang yang berjuang sendiri-sendiri sehingga kadang berselisih paham bahkan bentrok dengan TRI. Misalnya pasukan Lasjkar Merah di bawah pimpinan Muhamad Jusuf memerintahkan sekitar 200 anggotanya menurunkan bendera nasional sehingga harus berhadapan dengan TRI, Lasjkar Rakjat Djakatra Raja di bawah pimpinan Soetan Akbar yang menyerang TRI karena tidak setuju dengan adanya perundingan Indonesia-Belanda, dan lainnya.  TRI terus bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa, sementara usaha pemerintah untuk menyempurnahkan tentara kebangsaan terus dilakukan, hingga tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan Badan dan Laskar Pejuang menjadi satu organisasi tentara. Maka tanggal 3 Juni 1947 Presiden mengeluarkan keputusan Presiden yang dimuat dalam Berita Negara No. 24 Tahun 1947 tentang penyatuan TRI dengan Badan dan Laskar Pejuang lain menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
     Setelah konferensi meja bundar (KMB) pada desember 1949, perubahan nama Indonesia menjadi Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) sehingga sejalan dengan itu dibentuk pula Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang anggotanya merupakan gabungan dari TNI dan KNIL. Namun pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, sehingga APRIS diganti dengan nama APRI. 
    Pada acara peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN) tanggal 12 November 1958 di Magelang, istilah dwifungsi pertama kali dilontarkan oleh A. H. Nasution, dan istilah ini diperkenalkan kepada pimpinan Polri pada 1960 di Porong. Dwifungsi merupakan istilah untuk menyebut 2 fungsi militer yakni “fungsi tempur dan fungsi pembina wilayah/masyarakat”. Sejalan dengan itu maka pada tahun 1962 dilakukan upaya penyatuan antara Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) dengan Kepolisian Negara menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas kekuatan militer dan kekuatan sosial masyarakat. Dalam implementasinya, dwifungsi ABRI menghasilkan dampak yang sangat besar, baik dampak positif (yang nyaris tidak diekspos secara umum) maupun dampak negatif (berkurangnya jatah kaum sipil di bidang pemerintahan). Fungsi tempur yang nyata adalah ketika terjadi G 30 S/PKI, pertahanan dan keamanan negara diselesaikan dengan doktrin Tri Ubaya Cakti yang difokuskan pada operasi militer tempur, operasi militer intelijen, dan operasi militer teritorial, kemudian tahun 1994 doktrin ini dikonsolidasikan menjadi Sad Daya Dwi Bakti yang fokusnya pada keamanan pulau nusantara, keamanan laut, keamanan udara, keamanan masyarakat, dan pemeliharaan perdamaian dunia. 
     Kemanunggalan ABRI dan Rakyat merupakan implementasi dari keikutsertaan warga negara dalam pertahanan negara sebagai kewajiban yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sistem pertahanan rakyat semesta menjadi ciri dari peran segenap komponen bangsa dalam usaha pertahanan negara, dengan menata segenap potensi sebagai kekuatan bangsa, sehingga memiliki kontribusi nyata dan dapat dipertanggungjawabkan. Komponen bangsa yang dimaksud yakni terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung.  Komponen Pendukung merupakan segenap sumber daya (manusia, alam, buatan) serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara menghadapi ancaman militer, yang memberikan kejelasan kontribusi dan status serta perannya dalam sistem pertahanan negara secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Berbeda dengan Komponen Utama dan Komponen Cadangan yang terstruktur sebagai kekuatan, komponen pendukung relatif tidak terstruktur sebagai satuan. Sebagai kekuatan yang terstruktur, Komponen Utama dan Komponen Cadangan dibentuk dengan persyaratan khusus, sedangkan kekuatan Komponen Pendukung justru melekat pada kemampuan teknis dan profesionalitas warga negara serta fungsi dan kegunaan segenap sumber daya nasional dalam dinamika kehidupan bangsa. 
     Waktu terus berlalu, perubahan demi perubahan terus terjadi ke arah yang lebih baik, hingga tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi institusi yang berdiri sendiri. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI. Seiring dengan makin derasnya arus globalisasi, semakin banyak negara yang memilih untuk menancapkan pengaruhnya bukan lagi dengan hard power, namun dengan soft power dan smart powerSoft power dan smart power merupakan pengaruh-pengaruh tak nampak namun dapat mengancam negara lain, seperti kekuatan sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh suatu negara. Dunia yang dahulu dikenal dengan dua kutub yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang Dingin, saat ini telah menjadi multipolar dengan munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru dunia. Hal ini menyebabkan perang lebih bersifat asimetrik (irasional) dan sistem pertahanan negara menjadi semakin rumit. Ancaman masa kini tidak hanya terbatas dalam arti tradisional yaitu ancaman kesatuan wilayah Republik Indonesia, namun juga ancaman yang berdimensi ideologi,  politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi bahkan legislasi, yang sifatnya nonmiliter. 
     Pada era globalisasi saat ini dan masa mendatang, potensi konflik antar negara selalu berkembang cepat dan cenderung sulit diantisipasi. Konflik kepentingan nasional antar negara khususnya dalam penggunaan sumber daya nasional (termasuk didalamnya penguasaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan internal masing-masing negara) telah mempengaruhi pola hubungan antar negara yang semula mengedepankan aspek ideologi yang didukung oleh aspek politik dan aspek militer, berubah menjadi kepentingan ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi didukung aspek
militer. Oleh karena itulah, dalam menyusun kebijakan pertahanan negara, harus diarahkan pada terwujudnya kesiapan dan kemampuan pertahanan negara yang adaptif dengan perkembangan lingkungan strategis melalui peningkatan kesadaran bela negara, cinta tanah air, dan penyiapan sumberdaya nasional yang handal dan professional guna tercipta kemampuan daya tangkal negara dan bangsa terhadap setiap hakekat ancaman yang bersifat multi dimensional, baik ancaman militer maupun ancaman nonmiliter atau kolaborasi keduanya.  
     Kisah perjalanan/perkembangan TNI  bagaikan perkembangan fisik seorang bayi yang bertumbuh hingga dewasa. Bayi tersebut tidak pernah lolos dari berbagai proses hidup termasuk ketentuan-ketentuan yang harus ia lalui hingga masa dewasa pun mengalami berbagai tahapan proses, paling tidak luka lecet pada tubuh.  Untuk memperoleh/menghasilkan seorang prajurit sejati/yang ksatria, berbagai ketentuan telah diletakkan sebagai dasar perekrutan hingga pembinaan-pembinaan selanjutnya. Misalnya ciri khas seorang prajurit adalah disiplin yang tercermin dalam perilaku prajurit
tersebut. Menurut Kapten P.N.B. Oktoberiandi, untuk menjadi prajurit TNI, seseorang harus melalui berbagai tahapan seleksi yakni test akademik, test psikologi, test kesehatan jiwa, test kesehatan jasmani, dan test mental dan ideologi. Sehingga menurutnya prajurit yang cerdas adalah prajurit yang rendah hati dan berbudi baik, itulah yang diharapkan rakyat dan pasti diterima di lingkungan manapun dia berada. Sebaliknya prajurit yang tidak berkarakter adalah prajurit yang tidak akan mau mempertanggug jawabkan perbuatannya, bahkan akan mengorbankan orang lain, kesatuan, bahkan bangsa dan negara ini untuk kepentingan pribadinya. 
     Yang jelas, kita harus percaya bahwa seluruh prjurit TNI adalah mereka yang telah lolos dari semua test secara ketat yang telah diberlakukan sehingga tidak dapat diragukan lagi kemampuan prajurit TNI kita. Walaupun tidak ada manusia yang sempurna di dunia, namun kita diciptakan hidup bersama untuk saling mengingatkan dan bukan untuk saling menyalahkan.  Marilah kita merefleksi diri dengan menelusuri jejak langkah TNI selama ini melalui tema hari ulang tahun ke-71 yakni “Bersama rakyat TNI kuat, professional, siap mewujudkan Indonesia yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian”; kita dapat menemukan keberhasilan yang telah ditoreh TNI. 
BERSAMA RAKYAT : 
1.  TNI Kuat : 
Pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat, 22 Agustus 1945) menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat, 5 Oktober 1945) menjadi TKR (Tentara Keselamatan Rakyat, 7 Januari 1946) menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia, 26 Januari 1946) menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia, 3 Januari 1947) menjadi APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, Desember 1949) menjadi APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia, 17 Agustus 1950) menjadi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 1965) menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia, 1 April 1999) hingga sekarang. 
2.  TNI Profesional :
Operasi Militer dan Misi Perdamaian Dunia yang diemban TNI sangat berhasil. Tidak ada kelompok sipil yang menjadi korban dalam operasi militer maupu misi perdamaian dunia
yang dilaksanakan oleh TNI. 
3.  TNI Siap Mewujudkan Indonesia Yang Berdaulat :
Kemanunggalan TNI – Rakyat dengan 3 komponen sishankamrata (yakni komponen kekuatan utama, komponen kekuatan cadangan, dan komponen kekuatan pendukung) telah memberikan berbagai keberhasilan sehingga TNI semakin dekat di hati rakyat. 
4.  TNI Mandiri dan Berkepribadian :
Komponen kekuatan pendukung dari ke-3 komponen sishankamrata (ancaman masa kini? –Globalisasi-ideologi, sosbud., politik, ekonomi, keselamatan umum, teknologi, legislasi (nonmiliter). 
Pembentukan karakter yang berdisiplin melalui berbagai seleksi penerimaan dan diklatmil secara berkesinambungan. 

PUSTAKA 



1). Nugroho Andaru K.D. Caj Kolonel, 2014, Pemikiran Awal Penataan Industri Nasional Untuk
      Komponen Pendukung Pertahanan Negara, Wira, vol. 50 No. 34 : 46-54 
2). Oktoberiandi P.N.B. Kapten, 2015, Menjadi Prajurit Yang Berkarakter, Wira, vol. 56 No. 40 :24-
      29
3). Riyanto Joko Arm Letkol, 2015, Lintasan Sejarah Tanggal 5 Oktober Sebagai hari lahirnya
      Tentara nasional indonesia (TNI), Wira, vol. 56 No. 40 : 6-15 
4). Siahaan Timbul Dr., 2015, Potensi Sumber Daya Nasional Sebagai Pilar Utama Dalam
      Penyelenggaraan Pertahanan Negara, Wira, vol. 56 No. 40 : 16-23 

PERAN KAUM BAPAK DALAM ERA GLOBALISASI DITINJAU DARI SUDUT PANDANG SOSIAL BUDAYA, LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si.

“PERAN KAUM BAPAK DALAM ERA GLOBALISASI
DITINJAU DARI SUDUT PANDANG SOSIAL BUDAYA”  

OLEH : LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si. 
Dosen pada : Program Studi Kimia, Universitas Tribuana, Kalabahi

Disampaikan pada 
Kemah Ibadah Kaum Bapak GMIT : Klasis Teluk Kabola
 05 Agustus 2016  

I. PENDAHULUAN

Dari judul yang disampaikan kepada saya ini tentu memiliki makna tersendiri bagi para kaum bapak terutama di klasis Kabola ini.  Paling tidak, ada tiga hal penting yang perlu kita kaji bersama pada judul materi ini, sehingga diharapkan dapat memberikan solusi terhadap tantangan zaman yang terus berproses menguasai segala segi kehidupan. Ketiga hal tersebut yakni:
1. Apa yang menarik tentang “globalisasi”
2. Apa yang menarik tentang “sosial budaya”
3. Apa yang menarik tentang “peran kaum bapak” 
Pada kesempatan ini kita akan menyimak satu per satu dari ketiga hal penting di atas, namun sebelumnya perlu saya sampaikan suatu hal yang sesungguhnya tidak lazim bagi kita semua yakni “langit dan bumi  (Kej. 1:1) serta segala sesuatu yang ada di langit, di antara langit dan bumi, di bumi (Kej. 1 – 2:1), termasuk manusia dan kehidupannya (Kej. 1:27; 2:7) adalah ciptaan TUHAN yang adalah Allah (BAPA, YESUS KRISTUS/Firman, dan ROH KUDUS/Roh Allah),” namun Allah bukanlah diktator. Allah sangat menghargai pendapat atau keputusan manusia karena DIA telah memberikan wewenang sepenuhnya kepada manusia untuk mengelola dunia ini (bumi serta isinya), (Kej. 1:28,29). Akibatnya, manusia jatuh dalam dosa (Kej. 3). Setelah jatuh dalam dosa, manusia merasa ada suatu kekosongan dalam dirinya yang tidak dapat diisi oleh apapun juga. Ketidakpuasan manusia inilah yang pada akhirnya melahirkan berbagai perubahan hingga kini, termasuk yang akan kita bahas yakni tentang globalisasi. 

II. GLOBALISASI  

Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat  dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Ada juga penafsiran bahwa globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia dapat saling terhubung dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan. Pengertian lain dari globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. Selain dari pada itu, globalisasi juga dapat didefinisikan sebagai munculnya suatu dunia yang terintegrasi secara fisik, dengan melampaui batasan-batasan wilayah, budaya, ideologi, dan lainlain.
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi yang masuk ke dalam kehidupan manusia, dan memberi dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam
kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh (yang dijelaskan positif dan negatifnya) sederhana dengan teknologi internet, hand phone, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat, atau seperti dengan masuknya teknologi komputer, membuat pekerjaan-pekerjaan yang sulit menjadi sangat mudah dan simpel, apalagi jika komputer yang sudah terhubung dengan internet, maka dengan mudah kita mendapatkan informasi-informasi yang terbaru, serta dengan internet juga, kita dapat mementau kondisi serta situasi yang sedang bergejolak di berbagai Negara. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Dengan demikian, di era globalisasi ini sangat dituntut kerjasama dari setiap kalangan, untuk menangkal efek-efek negatifnya.  
Dengan melihat berbagai pemahaman di atas dan berdasarkan kondisi-kondisi riil yang terjadi maka menurut saya globalisasi adalah peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa atau negara di seluruh dunia melalui berbagai aspek kehidupan,  yakni aspek ekonomi, politik, hukum, teknologi, pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain, sehingga proses perkembangan ini pada akhirnya membuat dunia dapat dipahami hanya seluas daun kelor. 

III. SOSIAL BUDAYA 

Berbicara tentang sosial budaya, tentu kita berbicara tentang karakter dan  perilaku atau sifat dan sikap hidup suatu kelompok masyarakat pada suatu lingkungan tertentu yang mencirikan masyarakat tersebut dalam berinteraksi baik inter kelompok masyarakat maupun antar kelompok masyarakat dalam berbagai segi kehidupan. Nilai sosial budaya manusia sudah ada dalam diri manusia sejak ia diciptakan, dengan tujuan dapat berinteraksi dengan lingkungannya (Kej. 1:27; 2:7. 15).  
Allah sangat peduli dengan nilai-nilai sosial budaya manusia. Hal ini dapat pula kita perhatikan pada sejarah perkembangan manusia, bila kita melihat kehidupan Yakub, dia memiliki kehidupan sosial budaya tersendiri sehingga tidak dapat hidup bersama dengan kaum yang lain, bahkan ketika 7 tahun kelaparan, dia dan sanak saudaranya pergi ke Mesir, namun tetap mempertahankan nilai-nilai sosial budayanya sehingga pada akhirnya mereka harus keluar dari negeri itu karena perbedaan nilai-nilai sosial budaya. Bahkan Yusuf ketika di rumah Potifar, dia tidak tergoda dengan rayuan isteri Potifar karena Yusuf memiliki nilai sosial budaya yang berbeda. Allah juga membentuk nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan orang-orang yang ketika itu diceraiberaikan dari negeri Babel ke seluruh penjuru dunia (Kej. 11: 8), termasuk ke Alor (mungkin). 
Di Alor (misalnya), terdapat pula kelompok-kelompok masyarakat dengan memiliki nilai sosial budaya yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain tentunya. Misalnya budaya perkawinan, gotong royong, kesenian, dan masih banyak lagi yang berhubungan langsung dengan seluruh aspek kehidupan. Hal-hal ini menunjukkan ciri khas orang Alor yang tidak dimiliki oleh orang dari daerah lain, atau mungkin mirip tetapi tidak sama.  Seiring perjalanan waktu, beberapa nilai sosial budaya telah bergeser, bahkan beberapa di antaranya telah hilang. Misalnya saja : 
1. Moko sebagai bukti perkawinan kini hampir punah diakibatkan oleh paling sedikit dua alasan       
    yakni generasi sekarang tidak bisa mengenal secara utuh sebuah moko, dan juga beberapa orang 
    dengan tanpa merasa bersalah terhadap budaya, menjual moko ke luar Alor; 
2. Makan adat dengan daging yang ditusuk tanpa bumbu, pada pesta-pesta perkawinan sudah tidak 
    berlaku lagi; 
3. Pada pesta pembangunan rumah yang diisi dengan pemukulan gong stel dan lego-lego, sekarang 
    sudah tidak lagi; 
4. Ketika musim tanam tiba atau saat memikul bahan-bahan bangunan selalu ada lagu-lagu dengan 
    pantun-pantun untuk memberi semangat sudah tidak lagi; 
5. Setiap laki-laki yang identik dengan busur dan anak panah, sudah tidak lagi; 
6. Setiap perempuan yang identik dengan bakul sirih pinang, sudah tidak lagi; 
7. Pada pesta-pesta tertentu terdengar bunyi seruling dengan nada-nada yang merdu, kini diganti 
    dengan marcing band; 
8. Kebiasaan menghargai yang lebih tua atau yang dituakan, sudah pudar; 
9. Budaya masyarakat di pulau Pura tentang sopi untuk obat (1 Timotius 5:23), kini bergeser nilainya 
    menjadi minuman yang identik dengan mabuk (Efesus 5:18). 
10. Dan masih banyak kebudayaan Alor yang ketika kita cermati, nilainya telah bergeser atau diganti 
      dengan hal-hal yang baru. 
Jika kehidupan sosial budaya masyarakat Alor yang memiliki nilai-nilai sakral alami telah bergeser maka apa lagi yang menjadi dasar kaum bapak untuk berperan pada era globalisasi ini? Tidaklah sulit jika kita mengetahui sumber nilai sosial budaya kita. 
Ketika saya merenungkan sejenak, mudah-mudahan saya tidak salah merenungkan, bahwa sesungguhnya sumber dari nilai sosial budaya orang Alor (mungkin juga bagi orang-orang di luar Alor) adalah hukum yang terutama sebagaimana terdapat dalam injil Markus 12:30-31 dan injil Matius 7: 12. (mengasihi ALLAH dan sesama manusia) 

IV. PERAN KAUM BAPAK 

Ketika Allah menciptakan manusia, diciptakanNya berpasangan (laki-laki dan perempuan) Kej. 1:27. Bahkan perempuan diciptakanNya sebagai penolong bagi laki-laki yang sepadan dengan laki-laki (Kej. 2:18). Mereka bekerjasama memenuhi perintah Allah dalam Kej. 1: 27-28 sehingga semakin lama manusia semakin bertambah, baik kaum laki-laki (yang pada waktu tertentu akan menjadi kaum bapak) maupun kaum perempuan (yang pada waktu tertentu akan menjadi kaum ibu). Dari perjalanan sejarah, Allah tidak pernah membentuk suatu komunitas (kelompok orang) dengan mengumpulkan beberapa orang dari berbagai penjuru dunia, melainkan membentuk suatu kelompok orang dimulai dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tugas dan tanggungjawab yang berbeda untuk saling melengkapi/saling mendukung satu sama lain. 
Menilik sejarah perkembangan bangsa Israel dan sejarah kehidupan lainnya maka perlu dipahami bersama bahwa seorang pemimpin tersohor di muka bumi sesungguhnya adalah seorang kepala rumah tangga dengan memiliki seorang perdana menteri terhandal di dunia yakni sang isteri, ketika mereka menyadari bahwa mereka hanyalah pasangan yang saling membutuhkan dalam pembentukan sebuah rumah tangga ideal. 
Firman TUHAN dalam Roma 12:2 dengan tegas melarang kita supaya jengan serupa dengan dunia ini....didukung pula dalam Roma 12 : 21 supaya jangan kalah terhadap kejahatan. Hal ini sangat menantang kaum bapak agar jangan hanyut dalam ketidakberdayaan, tetapi bangkit sebagai seorang pemimpin tersohor dunia dan bekerjasama dengan perdana menteri terhandal dunia (sang isteri) untuk menanamkan nilai-nilai luhur dalam rumah tangga, mulai dari diri sendiri (1 Timotius 3:4) yang akhirnya menjadi teladan bagi anak-anak, mendidik dan mengawasi anak dalam segala hal (Amsal 19: 18) dan selalu bersandar kepada Tuhan karena “banyak rancangan di hati manusia tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana” (Amsal 19: 21).

V. KESIMPULAN 

1. Dengan berbagai teknologi komunikasi dan informasi, luas dunia kini  dipandang hanya selebar 
    daun kelor. Bahkan manusia masa kini cenderung mementingkan diri sendiri dengan tidak 
    mempedulikan orang lain atau juga mengorbankan orang lain untuk kepentingannya. Itulah era 
    globalisasi 
2. Manusia, sejak diciptakan, telah dikaruniai nilai-nilai sosial budaya (alamiah) sehingga dapat 
    berinteraksi dengan lingkungannya. 
3. Kaum bapak sebagai pemimpin tersohor di dunia, hendaknya tidak serupa dengan dunia ini, 
    bahkan tidak kalah terhadap kejahatan, melainkan selalu bersandar kepada Tuhan dengan 
    menumbuhkan nilai-nilai sosial budaya yang secara alamiah sudah ada dalam dirinya sejak ia 
    diciptakan.