Kamis, 10 Agustus 2017

PERAN KAUM BAPAK DALAM ERA GLOBALISASI DITINJAU DARI SUDUT PANDANG SOSIAL BUDAYA, LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si.

“PERAN KAUM BAPAK DALAM ERA GLOBALISASI
DITINJAU DARI SUDUT PANDANG SOSIAL BUDAYA”  

OLEH : LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si. 
Dosen pada : Program Studi Kimia, Universitas Tribuana, Kalabahi

Disampaikan pada 
Kemah Ibadah Kaum Bapak GMIT : Klasis Teluk Kabola
 05 Agustus 2016  

I. PENDAHULUAN

Dari judul yang disampaikan kepada saya ini tentu memiliki makna tersendiri bagi para kaum bapak terutama di klasis Kabola ini.  Paling tidak, ada tiga hal penting yang perlu kita kaji bersama pada judul materi ini, sehingga diharapkan dapat memberikan solusi terhadap tantangan zaman yang terus berproses menguasai segala segi kehidupan. Ketiga hal tersebut yakni:
1. Apa yang menarik tentang “globalisasi”
2. Apa yang menarik tentang “sosial budaya”
3. Apa yang menarik tentang “peran kaum bapak” 
Pada kesempatan ini kita akan menyimak satu per satu dari ketiga hal penting di atas, namun sebelumnya perlu saya sampaikan suatu hal yang sesungguhnya tidak lazim bagi kita semua yakni “langit dan bumi  (Kej. 1:1) serta segala sesuatu yang ada di langit, di antara langit dan bumi, di bumi (Kej. 1 – 2:1), termasuk manusia dan kehidupannya (Kej. 1:27; 2:7) adalah ciptaan TUHAN yang adalah Allah (BAPA, YESUS KRISTUS/Firman, dan ROH KUDUS/Roh Allah),” namun Allah bukanlah diktator. Allah sangat menghargai pendapat atau keputusan manusia karena DIA telah memberikan wewenang sepenuhnya kepada manusia untuk mengelola dunia ini (bumi serta isinya), (Kej. 1:28,29). Akibatnya, manusia jatuh dalam dosa (Kej. 3). Setelah jatuh dalam dosa, manusia merasa ada suatu kekosongan dalam dirinya yang tidak dapat diisi oleh apapun juga. Ketidakpuasan manusia inilah yang pada akhirnya melahirkan berbagai perubahan hingga kini, termasuk yang akan kita bahas yakni tentang globalisasi. 

II. GLOBALISASI  

Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat  dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Ada juga penafsiran bahwa globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia dapat saling terhubung dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan. Pengertian lain dari globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. Selain dari pada itu, globalisasi juga dapat didefinisikan sebagai munculnya suatu dunia yang terintegrasi secara fisik, dengan melampaui batasan-batasan wilayah, budaya, ideologi, dan lainlain.
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi yang masuk ke dalam kehidupan manusia, dan memberi dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam
kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh (yang dijelaskan positif dan negatifnya) sederhana dengan teknologi internet, hand phone, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat, atau seperti dengan masuknya teknologi komputer, membuat pekerjaan-pekerjaan yang sulit menjadi sangat mudah dan simpel, apalagi jika komputer yang sudah terhubung dengan internet, maka dengan mudah kita mendapatkan informasi-informasi yang terbaru, serta dengan internet juga, kita dapat mementau kondisi serta situasi yang sedang bergejolak di berbagai Negara. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Dengan demikian, di era globalisasi ini sangat dituntut kerjasama dari setiap kalangan, untuk menangkal efek-efek negatifnya.  
Dengan melihat berbagai pemahaman di atas dan berdasarkan kondisi-kondisi riil yang terjadi maka menurut saya globalisasi adalah peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa atau negara di seluruh dunia melalui berbagai aspek kehidupan,  yakni aspek ekonomi, politik, hukum, teknologi, pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain, sehingga proses perkembangan ini pada akhirnya membuat dunia dapat dipahami hanya seluas daun kelor. 

III. SOSIAL BUDAYA 

Berbicara tentang sosial budaya, tentu kita berbicara tentang karakter dan  perilaku atau sifat dan sikap hidup suatu kelompok masyarakat pada suatu lingkungan tertentu yang mencirikan masyarakat tersebut dalam berinteraksi baik inter kelompok masyarakat maupun antar kelompok masyarakat dalam berbagai segi kehidupan. Nilai sosial budaya manusia sudah ada dalam diri manusia sejak ia diciptakan, dengan tujuan dapat berinteraksi dengan lingkungannya (Kej. 1:27; 2:7. 15).  
Allah sangat peduli dengan nilai-nilai sosial budaya manusia. Hal ini dapat pula kita perhatikan pada sejarah perkembangan manusia, bila kita melihat kehidupan Yakub, dia memiliki kehidupan sosial budaya tersendiri sehingga tidak dapat hidup bersama dengan kaum yang lain, bahkan ketika 7 tahun kelaparan, dia dan sanak saudaranya pergi ke Mesir, namun tetap mempertahankan nilai-nilai sosial budayanya sehingga pada akhirnya mereka harus keluar dari negeri itu karena perbedaan nilai-nilai sosial budaya. Bahkan Yusuf ketika di rumah Potifar, dia tidak tergoda dengan rayuan isteri Potifar karena Yusuf memiliki nilai sosial budaya yang berbeda. Allah juga membentuk nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan orang-orang yang ketika itu diceraiberaikan dari negeri Babel ke seluruh penjuru dunia (Kej. 11: 8), termasuk ke Alor (mungkin). 
Di Alor (misalnya), terdapat pula kelompok-kelompok masyarakat dengan memiliki nilai sosial budaya yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain tentunya. Misalnya budaya perkawinan, gotong royong, kesenian, dan masih banyak lagi yang berhubungan langsung dengan seluruh aspek kehidupan. Hal-hal ini menunjukkan ciri khas orang Alor yang tidak dimiliki oleh orang dari daerah lain, atau mungkin mirip tetapi tidak sama.  Seiring perjalanan waktu, beberapa nilai sosial budaya telah bergeser, bahkan beberapa di antaranya telah hilang. Misalnya saja : 
1. Moko sebagai bukti perkawinan kini hampir punah diakibatkan oleh paling sedikit dua alasan       
    yakni generasi sekarang tidak bisa mengenal secara utuh sebuah moko, dan juga beberapa orang 
    dengan tanpa merasa bersalah terhadap budaya, menjual moko ke luar Alor; 
2. Makan adat dengan daging yang ditusuk tanpa bumbu, pada pesta-pesta perkawinan sudah tidak 
    berlaku lagi; 
3. Pada pesta pembangunan rumah yang diisi dengan pemukulan gong stel dan lego-lego, sekarang 
    sudah tidak lagi; 
4. Ketika musim tanam tiba atau saat memikul bahan-bahan bangunan selalu ada lagu-lagu dengan 
    pantun-pantun untuk memberi semangat sudah tidak lagi; 
5. Setiap laki-laki yang identik dengan busur dan anak panah, sudah tidak lagi; 
6. Setiap perempuan yang identik dengan bakul sirih pinang, sudah tidak lagi; 
7. Pada pesta-pesta tertentu terdengar bunyi seruling dengan nada-nada yang merdu, kini diganti 
    dengan marcing band; 
8. Kebiasaan menghargai yang lebih tua atau yang dituakan, sudah pudar; 
9. Budaya masyarakat di pulau Pura tentang sopi untuk obat (1 Timotius 5:23), kini bergeser nilainya 
    menjadi minuman yang identik dengan mabuk (Efesus 5:18). 
10. Dan masih banyak kebudayaan Alor yang ketika kita cermati, nilainya telah bergeser atau diganti 
      dengan hal-hal yang baru. 
Jika kehidupan sosial budaya masyarakat Alor yang memiliki nilai-nilai sakral alami telah bergeser maka apa lagi yang menjadi dasar kaum bapak untuk berperan pada era globalisasi ini? Tidaklah sulit jika kita mengetahui sumber nilai sosial budaya kita. 
Ketika saya merenungkan sejenak, mudah-mudahan saya tidak salah merenungkan, bahwa sesungguhnya sumber dari nilai sosial budaya orang Alor (mungkin juga bagi orang-orang di luar Alor) adalah hukum yang terutama sebagaimana terdapat dalam injil Markus 12:30-31 dan injil Matius 7: 12. (mengasihi ALLAH dan sesama manusia) 

IV. PERAN KAUM BAPAK 

Ketika Allah menciptakan manusia, diciptakanNya berpasangan (laki-laki dan perempuan) Kej. 1:27. Bahkan perempuan diciptakanNya sebagai penolong bagi laki-laki yang sepadan dengan laki-laki (Kej. 2:18). Mereka bekerjasama memenuhi perintah Allah dalam Kej. 1: 27-28 sehingga semakin lama manusia semakin bertambah, baik kaum laki-laki (yang pada waktu tertentu akan menjadi kaum bapak) maupun kaum perempuan (yang pada waktu tertentu akan menjadi kaum ibu). Dari perjalanan sejarah, Allah tidak pernah membentuk suatu komunitas (kelompok orang) dengan mengumpulkan beberapa orang dari berbagai penjuru dunia, melainkan membentuk suatu kelompok orang dimulai dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tugas dan tanggungjawab yang berbeda untuk saling melengkapi/saling mendukung satu sama lain. 
Menilik sejarah perkembangan bangsa Israel dan sejarah kehidupan lainnya maka perlu dipahami bersama bahwa seorang pemimpin tersohor di muka bumi sesungguhnya adalah seorang kepala rumah tangga dengan memiliki seorang perdana menteri terhandal di dunia yakni sang isteri, ketika mereka menyadari bahwa mereka hanyalah pasangan yang saling membutuhkan dalam pembentukan sebuah rumah tangga ideal. 
Firman TUHAN dalam Roma 12:2 dengan tegas melarang kita supaya jengan serupa dengan dunia ini....didukung pula dalam Roma 12 : 21 supaya jangan kalah terhadap kejahatan. Hal ini sangat menantang kaum bapak agar jangan hanyut dalam ketidakberdayaan, tetapi bangkit sebagai seorang pemimpin tersohor dunia dan bekerjasama dengan perdana menteri terhandal dunia (sang isteri) untuk menanamkan nilai-nilai luhur dalam rumah tangga, mulai dari diri sendiri (1 Timotius 3:4) yang akhirnya menjadi teladan bagi anak-anak, mendidik dan mengawasi anak dalam segala hal (Amsal 19: 18) dan selalu bersandar kepada Tuhan karena “banyak rancangan di hati manusia tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana” (Amsal 19: 21).

V. KESIMPULAN 

1. Dengan berbagai teknologi komunikasi dan informasi, luas dunia kini  dipandang hanya selebar 
    daun kelor. Bahkan manusia masa kini cenderung mementingkan diri sendiri dengan tidak 
    mempedulikan orang lain atau juga mengorbankan orang lain untuk kepentingannya. Itulah era 
    globalisasi 
2. Manusia, sejak diciptakan, telah dikaruniai nilai-nilai sosial budaya (alamiah) sehingga dapat 
    berinteraksi dengan lingkungannya. 
3. Kaum bapak sebagai pemimpin tersohor di dunia, hendaknya tidak serupa dengan dunia ini, 
    bahkan tidak kalah terhadap kejahatan, melainkan selalu bersandar kepada Tuhan dengan 
    menumbuhkan nilai-nilai sosial budaya yang secara alamiah sudah ada dalam dirinya sejak ia 
    diciptakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar