Jumat, 30 Desember 2022

Pelatihan Pembuatan Pupuk Bokashi di Desa Luba

 


Loth Botahala1*, Herianus Manimoy2, Martasiana Karbeka3, Tersia M. Pen’au4dan Asgat Y. Karmani5


1,2,3 Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tribuana Kalabahi,
4 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tribuana Kalabahi,
5
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tribuana Kalabahi,

e-mail*: botahala@gmail.com 

Abstrak

Iklim telah mengalami perubahan yang sangat ekstrem yang berdampak pada terjadinya berbagai fenomena penyimpangan cuaca dapat terjadi secara alami maupun karena adanya aktifitas manusia. Salah satu dampak yang sangat dirasakan masyarakat petani adalah tidak sehatnya pertumbuhan tanaman penunjang kehidupan rumah tangga seperti hortikultura, serta tanaman pertanian dan perkebunan lainnya. Hal ini mengakibatkan adanya penurunan pendapatan sehingga dapat berdampak kepada peningkatan angka kemiskinan. Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah melakukan edukasi dan pelatihan pembuatan pupuk bokashi dari bahan organik seperti limbah dan sampah yang tersedia di sekitar masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan di aula kantor desa Luba Kecamatan Lembur Kabupaten Alor. Kegiatan ini dilaksanakan dalam dua tahapan yakni ceramah dan praktik. Kegiatan ini dihadiri oleh aparat desa Luba dan perwakilan kelompok tani desa Luba. Hasil pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat menunjukkan bahwa setelah mendengarkan penjelasan dari narasumber, masyarakat perwakilan kelompok tani desa Luba dengan antusias bersama tim pengabdian menyediakan bahan-bahan pembuatan pupuk bokashi, seperti rerumputan dan dedaunan, batang pisang, serbuk kayu hasil gergaji, kotoran hewan, air bekas cucian beras, dan EM-4. Kelompok masyarakat perwakilan kelompok tani desa Luba dengan penuh semangat melakukan praktik pembuatan pupuk bokashi sesuai prosedur yang telah diuraikan dalam ceramah. Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah pelatihan ini tidak hanya menyampaikan materi melalui ceramah saja tetapi sampai kepada tahapan melakukan praktik. Sedangkan kekurangannya adalah kegiatan ini dilakukan hanya sampai pada tahap prosess dan output saja tetapi tidak sampai kepada tahap outcome. Oleh karena itu untuk pengabdian kepada masyarakat selanjutnya terkait pembuatan pupuk bokashi ini sebaiknya sampai kepada outcome sehingga dapat diketahui dampaknya kepada peserta.

 

Kata kunci: Pupuk Bokashi, Limbah, Tanaman, Desa Luba, Pelatihan


Jumat, 02 Desember 2022

Pelatihan Pembuatan Briket Dari Limbah Cangkang Kemiri

 


Loth Botahala, Adolfina Oualeng, Herlince Padamakani, Dusse E. Botahala

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata di atmosfer, di laut, dan di daratan, sehingga akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Salah satu gas buang yang dikenal oleh berbagai lapisan masyarakat yakni gas karbondioksida atau biasa disingkat CO2. Gas ini terbentuk akibat berbagai aktivitas manusia maupun yang terjadi secara alamiah, termasuk pembakaran sampah hingga kebakaran hutan. Cangkang kemiri adalah limbah dari buah kemiri yang telah menjadi masalah baru di tengah masyarakat, terutama penduduk desa penghasil buah kemiri. Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan praktek tentang cara memanfaatkan limbah cangkang kemiri sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar untuk keperluan rumah tangga. Hasil Pengabdian kepada Masyarakat menunjukkan bahwa kelompok tani Desa Luba Kecamatan Lembur Kabupaten Alor-NTT sangat bersemangat dan bersedia merubah pola kehidupan selama ini setelah memperoleh pengetahuan tentang manfaat hutan sebagai paru-paru bumi, sekaligus pemanfaatan limbah cangkang kemiri dalam pembuatan briket sebagai alternatif bahan bakar.

 

Kata kunci: briket, cangkang kemiri, limbah, kelompok tani, Desa Luba


Kamis, 10 November 2022

 

PEMANASAN GLOBAL DAN PENDEKATAN SOLUSI

 

OLEH : LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si.

Dosen pada program studi kimia Untrib Kalabahi

2022

 

Pada paling tidak lima belas sampai dua puluh tahun terakhir ini, saya merasakan dan melihat keanehan yang terjadi di sekitar saya. Mungkin anda juga merasakan hal yang sama namun anda tidak menanggapinya karena kejadiannya begitu lambat nyaris tak terasa. Ketika anda melihat volume air sungai yang semakin berkurang hingga mengalami kekeringan pada musim kemarau, daun yang hijau tiba-tiba kering seperti tersambar panas api, terjadinya hujan secara acak (tidak teratur), dan masih banyak lagi fenomena lain yang terjadi dan suatu kejadian luar biasa yang pernah terjadi di Alor, tahun 2015 nyaris saja kipas angin di toko-toko habis terjual karena panas bumi yang begitu tinggi. Sesungguhnya hal ini telah diperbincangkan banyak orang sejak lama dengan nama pemanasan global (global warming).

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi, yang akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi yang mempengaruhi terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, termasuk juga mencairnya gunung es sehingga menimbulkan naiknya permukaan air laut. Sesungguhnya pemanasan global ini sudah ada sejak dunia diciptakan yang ditandai dengan sebuah efek “rumah kaca” untuk menghangatkan bumi yang merupakan tempat berlangsungnya proses kehidupan. Istilah rumah kaca diadopsi dari petani di belahan bumi yang jarang mendapatkan sinar matahari untuk proses fotosintesis tanaman sehingga membuat rumah dari kaca sebagai wadah menanam tanaman. Setelah matahari menyinari wadah tersebut maka tanaman yang terdapat dalam wadah itu tetap mendapatkan kehangatan dari panas matahari yang telah terjebak dalam wadah tersebut.

Di atmosfer, telah dipenuhi oleh berbagai gas buang sehingga membentuk semacam tudung bagi bumi terhadap sinar matahari sehingga berbentuk rumah kaca. Tudung ini dapat ditembusi oleh panas/sinar matahari ke bumi namun tidak dapat mengeluarkan panas yang dipantulkan dari bumi tetapi menyerap panas bumi dan mengembalikan panas tersebut ke bumi bersama panas matahari. Menurut hukum fisika panjang gelombang sinar yang dipancarkan sebuah benda  tergantung pada suhu benda tersebut. Makin tinggi suhunya akan semakin pendek gelombangnya. Matahari dengan suhu yang tinggi, memancarkan sinar dengan gelombang yang pendek. Namun sebaliknya karena permukaan bumi dengan suhu yang rendah, maka memancarkan sinar dengan gelombang panjang yaitu sinar infra-merah.  Ketika radiasi gelombang pendek dari sinar matahari (bersuhu tinggi) masuk ke bumi, dapat menembusi rumah kaca yang telah terbentuk dari berbagai gas buang tersebut namun tidak dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang keluar dari bumi (bersuhu rendah), sebaliknya sinar infra merah dalam atmosfer terserap oleh gas tertentu, hingga tidak terlepas ke luar angkasa. Panas yang terperangkap tersebut, dipancarkan kembali ke bumi sehingga menimbulkan suhu  permukaan bumi menjadi naik; dan peristiwa inilah yang disebut dengan istilah “efek rumah kaca”. Gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca disebut “gas rumah kaca“ (GRK); yang antara lain meliputi metana (CH4),  dinitro oksida (N2O), dihidrogen oksida (H2O), Chlorofluorocarbons (CFCs), karbondioksida (CO2), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sulfur heksafluorida (SF8) dan lain-lain. Meskipun beberapa informasi menyebutkan bahwa persentase CO2 di udara lebih besar dari gas yang lain namun potensi pemanasan dari gas-gas lain lebih besar dari gas CO2. Misalnya SF, CFC, PFC, HFC memiliki potensi pemanasan 1500-7000 kali; N2O 360 kali, CH4 24 kali dari panas yang ditimbulkan akibat adanya gas CO2. Karena gas-gas ini (berasal dari AC, kulkas, obat-obatan berupa gas/semprot misalnya obat pembasmi hama, obat pembasmi tanaman tertentu, dll) lebih mudah membubarkan ozon (O3) di atmosfer dan membentuk gas lain secara kimiawi. Sehingga selain merusak lapisan ozon, juga menambah jumlah gas yang dapat membentuk gas rumah kaca. Sumber penghasil gas CO2 terbesar berasal dari pembakaran batubara dan proses kalsinasi (PLTU dan pabrik semen) sebesar 5,6 milyar ton CO2 /tahun (70-75%) sedangkan sisanya berasal dari proses-proses lain.

Selain hal-hal yang telah dijelaskan di awal sebagai fenomena yang terjadi, gas-gas rumah kaca juga dapat mengakibatkan berbagai dampak lain misalnya:  secara kimiawi, ikatan senyawa-senyawa ini dapat terlepas dalam kondisi tertentu dan mengikat oksigen yang telah membentuk ozon sehingga ketersediaan ozon di alam menipis yang memberi dampak berupa menurunnya kekebalan tubuh manusia terhadap berbagai penyakit akibat radiasi, banyaknya sumur bor yang belum dimanfaatkan memacu kecepatan penguapan air sehingga bumi semakin kering mengakibatkan adanya retakan dan patahan dalam perut bumi akibat kering sehingga mempercepat dan meningkatkan terjadinya gempa tektonik, dan masih banyak dampak lain yang dapat timbul akibat pemanasan global.

Solusi yang ditawarkan tidak lazim lagi namun membutuhkan kesadaran dan kemauan akan pemeliharaan bumi dengan prinsip bumi ini titipan anak cucu kita sehingga perlu dirawat untuk kepentingan anak cucu kita pada masa mendatang. Pendekatan pertama adalah mencegah gas CO2 dilepas ke atmosfer dengan cara menyimpan gas CO2 di tempatnya (pada tanaman). Karena tanaman membutuhkan CO2 untuk proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Hasilnya glukosa untuk tanaman dan oksigen untuk manusia. Kita harus menanam pohon minimal satu pohon/tahun dan harus merawat anakan pohon tersebut paling kurang tiga tahun. Sesungguhnya penanaman anakan pohon selama ini cukup meningkat. Bisa sampai puluhan ribu pohon per tahun, namun karena tidak diikuti dengan pengawasan dan pemeliharaan yang baik dan benar sehingga kita nyaris tidak menemukan hasilnya pada tiga hingga lima tahun kemudian. Oleh karena itu sangat penting untuk merawat dan memelihata anakan pohon. 

1)      1)2) 3) 4)


Caranya: 1). botol diisi air,  2). ditututp dan dilubangi pada kedua sisinya,  3). lalu diletakkan pada batang anakan pohon yang telah ditanam. 4). Setelah itu setiap 3 – 5 hari dikontrol untuk memastikan botol air tersebut. Ketika airnya berkurang atau habis, segera titambahkan. Hentikan penebangan pohon/hutan secara liar dengan alasan apapun tanpa didahului dengan menanam dan merawat. Banyak orang yang menebang pohon dengan alasan membangun rumah. Pertanyaannya, membangun rumah yang mana lagi? Ketika menebang pohon tanpa menanam dan merawat terlebih dahulu, kita telah membiarkan gas-gas terutama gas CO2 memenuhi atmosfer kita sehingga menambah peningkatan efek rumah kaca. Sinar matahari pun bebas menembusi bumi karena tidak terjadi proses fotosintesis yang sedikit menghambat sinar matahari langsung mengenai bumi sehingga mempercepat penguapan dari perut bumi yang mengakibatkan bumi menjadi kering. Berikut, hentikan pembuatan sumur bor tanpa pertimbangan yang jelas. Karena air dalam dasar bumi akan lebih cepat menguap dengan adanya panas yang berlebihan sehingga ketika dasar bumi menjadi kering, akan terjadi retak-retak yang kemudian mengakibatkan patahan-patahan di dasar bumi. Selanjutnya batasi pabrik yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Atau jika pabrik tersebut sangat penting bagi kebutuhan masyarakat maka perlu diperhitungkan analisis mengenai dampak lingkungan secara matang. Misalnya pabrik semen yang sudah mengurangi produksi gas CO2 dengan memproduksi semen komposit. PLTU pun harus memikirkan solusi yang tepat untuk tidak merusak bumi ini dengan memproduksi gas CO2 secara berlebihan. Tetapi solusi tidak diikuti dengan implementasi secara kontinu maka sia-sia juga.

Mari lindungi bumi ini dari ancaman serius dengan berperang melawan diri sendiri yang terlalu egois semena-mena terhadap lingkungan di sekitar kita.


Sabtu, 13 Agustus 2022

ADSORPSI ARANG AKTIF

Buku Referensi terbaru yang diterbitkan oleh Deepublish


Terbit tanggal 4 Agustus 2022

ISBN: 978-623-02-5117-7

terdaftar di Perpusnas RI